Sunday, May 25, 2014

A Letter From Hogwarts

Semuanya bermula dari surat yang saya kirim setahun yang lalu :
Jakarta, Januari 2013

Kepada : Profesor Dumbledore
(Order of Merlin, First Class, Grand Sorc., Chf. Warlock, Supreme Mugwump, International Confed. of Wizards)
di
Hogwarts School of Witchcraft and Wizardry

Dear Profesor,

Saya harap surat ini menemui anda dalam keadaan sehat, santai dan bahagia. Dan harap dicatat kalo ini bukanlah harapan basa-basi karena anda perlu berada dalam kondisi seperti itu untuk menyelesaikan membaca surat saya yang panjang ini.

Jadi gini, Profesor,
Sejak mengetahui tentang Hogwarts dan guru-guru yang mengajar di sana, ada satu hal yang mengusik saya. Tadinya sih saya mau cuekkin saja, namun laksana sakit gigi yang makin mengganggu kalo didiamkan, begitu pula hal yang mengusik ini.  Karena itu, sekarang saya memberanikan diri menulis surat ini kepada anda.

Adapun maksud dari surat ini adalah menyampaikan keinginan saya untuk melamar sebagai guru Sejarah Sihir di Hogwarts.

Saya bisa bayangkan anda pasti bingung atas surat dan lamaran saya ini. Mungkin anda berpikir bahwa saya iseng saja melamar kerja. Dan sangat wajar bila anda meragukan kapabilitas saya sebagai guru.
Tapi biar saya yakinkan anda sejak awal bahwa niat saya amat sangat serius. Berani sumpah atas nama Aslan yang melindungi Narnia tentang ketulusan niat saya. (kenapa bawa-bawa Aslan ya?) Cungguh! Ca oong cih. #MaafAlaynyaKumat

Mengenai motivasi saya untuk melamar, ya...alasan singkatnya karena saya gemas dengan cara mengajar Professor Binns.
Sedangkan alasan lengkapnya... Hmm...seperti yang saya bilang kalo penjelasannya bakal rada panjang, Prof. Tarik nafas dulu ya sebelum baca. *Jangan lupa dikeluarin.*

Jadi gini, Prof : semua yang kenal saya cukup lama pasti tahu kesukaan saya pada sejarah. Saking sukanya, sedari kecil saya bercita-cita jadi arkeolog dan pemakai-jas-putih (seperti profesi saya sekarang). Tentu, waktu kecil saya berpikir akan sanggup menjadi keduanya sekaligus.

Sayang, realita mengajarkan bahwa otak saya tidaklah secanggih itu hingga sanggup menjalani dua profesi yang bertolak belakang secara bersamaan. (Etapi tenang aja, Prof. Saya yakin saya kompeten mengajar murid Hogwarts. Saya udah khatam berkali-kali lho baca A History of Magic-nya Bathilda Bagshot).

Dan sampai lulus SMA, saya masih gak bisa memilih mana  profesi yang lebih saya inginkan. Keduanya sudah diimpikan sejak kecil, keduanya adalah mata pelajaran favorit di sekolah. How could I choose?
Lalu otak saya mencetuskan ide asal : "coba aja daftar dan usaha masuk ke dua fakultas itu dan liat diterima di mana" (yep...memang secuek itu dulu saya menentukan masa depan, Prof).

Maka saya pun mencoba keduanya. Yah...melihat profesi saya, jelas sudah keterima di jurusan yang mana. Meski begitu, kecintaan saya pada sejarah tidak pernah benar-benar padam. Dan karena itulah, saya pengen jadi guru sejarah seperti Profesor Binns.
Kenapa saya maunya mengajar di Hogwarts? Bukan di universitas muggle saja?
Ya karena saya gemas dengan cara mengajar beliau yang dataaaarrrrr hingga pelajaran yang semestinya paling menarik jadi pelajaran paling membosankan.

Sebenarnya, Prof, Ayah itu berperan besar akan kesukaan saya pada sejarah.
Seperti layaknya orang tua jaman dulu, Ayah saya suka menceritakan dongeng-sebelum-tidur pada anak-anaknya.

Bedanya dengan orang tua lain yang bercerita tentang si Kancil atau Bawang Merah & Bawang Putih, Ayah saya suka bercerita tentang sejarah. Mulai dari perang lokal seperti Perang Diponegoro dan Perang Padri, hingga ke level internasional seperti revolusi di Perancis dan Rusia.

Dan cara bercerita Ayah itu seru buanget. Ayah bakal bercerita sambil berlakon dan mengubah-ubah nada suaranya. Sebentar dia menjadi Pangeran Diponegoro, sebentar kemudian dia jadi pihak Belanda, lalu jadi pengikut sang Pangeran, macam-macam lah. Kadang Ibu juga turut berperan dalam lakon cerita Ayah, turut memainkan salah satu karakter. Yang namanya sejarah perjuangan, pastilah panjang untuk dikisahkan. Maka, bila orang tua lain menyelesaikan satu cerita dongeng dalam satu malam, Ayah bisa menyelesaikan satu ceritanya dalam beberapa hari, bahkan pernah hampir satu bulan.

Tapi saya menikmati setiap saat dari proses bercerita Ayah yang panjang itu. Gak pernah sekali pun kami bosan dengan cerita Ayah. Dari situ lah saya mengambil kesimpulan kalau Sejarah bisa jadi pelajaran yang seru.

Nah Profesor Dumbledore, sekarang kita masuk ke alasan saya mengajukan lamaran kerja ini kepada anda (maaf ya kalo preludenya kepanjangan).

Jadi gini, kalo saya keterima kerja di Hogwarts, mestinya Madam JK Rowling akan memberi saya kepandaian sihir juga toh? (saya yakin begitu).
Nah dengan kemampuan sihir, saya bisa menciptakan sesuatu yang lebih seru dari lakon. Dengan sihir, saya bisa menampilkan secara visual adegan sejarah yang akan diajarkan. Saya bisa menggunakan media lukisan yang bergerak misalnya. Dan lukisan ini akan menggambarkan adegan-adegan yang saya jelaskan pada murid-murid.

Lalu untuk menambah seru, beri efek ilusi 4D. Misalnya saat membahas tentang Goblin Rebellions yang katanya "bloody & vicious", ada efek darah muncrat yang ampe kena ke beberapa siswa (tenang Prof, kita bisa pake semacam sari Murtlap yang dikasi bubuk wantek merah), suara jeritan dan lengkingan para korban, angin yang bertiup, kelelawar yang beterbangan #KayaknyaSalahScene.

Yaa...pokoknya semacam itu lah. Paham dong ya, Prof?

Dan untuk memastikan pelajaran yang saya berikan "nempel" di ingatan mereka, saya sih gak bakal kasi mereka tugas bikin esai panjang.
Nope.
Tugas yang akan saya berikan adalah : membuat sebuah plays/drama singkat #eaaa #UjungUjungnyaLakonJuga.

 Jadi saya akan menyuruh para siswa mementaskan lakon yang berupa reka ulang salah satu peristiwa bersejarah yang dimaksud. Kelas bisa dibagi menjadi beberapa kelompok atau proyek yang dikerjakan 1 kelas (tergantung sebesar apa peristiwa sejarahnya). Dan mereka lah yang merancang semua unsur lakonnya, mulai dari dialog, penataan setting hingga pemilihan aktor yang cocok dan kostum yang sesuai.
Dengan cara ini, mereka akan mengingat nama tokoh-tokoh yang terlibat termasuk ucapan para tokoh tersebut.

Tentu saja, akan ada hadiah untuk siswa/kelompok dengan penampilan terbaik.
Dua belas kantong kacang segala rasa Bertie Botts & Dua belas kotak Coklat Kodok mungkin? Apa? Kurang seru?
Gimana dengan sebotol besar Butterbeer kualitas terbaik? Ow...gak suka Butterbeer?

Oke...kalo ijin khusus bermain seharian di Hogsmeade gimana? Ato sebotol kecil ramuan Felix Felicis?
Aaaahhh....tampak menarik bukan?

Jadi gimana, Prof? Setuju kalo pelajaran Sejarah Sihir juga bisa menyenangkan? Minimal lebih menyenangkan daripada kelas Professor Binns?
Ya, saya yakin Anda sependapat.

Jadi Professor Dumbledore, mana burung hantu yang semestinya dikirimkan ke saya? Apa mungkin dia nyasar? Anda gak salah menulis alamat saya kan, Prof? Biar saya tuliskan lagi di sini, jadi anda bisa check ulang :
"In the city where hope grows beautifully,
on the street where jasmine blooms prettily,
the place where Alfa & Bravo meet every 7 am/pm
and together they sing do-mi-do-do'-do"


There you go, Professor Dumbledore. Your owl would find me easily now. I'll wait patiently.

Dan sambil menunggu, saya akan mulai merancang ide-ide berikutnya untuk membuat kelas Sejarah Sihir menjadi seru. Let's make a revolution on History of Magic class. BOOYAHH!!!

Hormat Saya,
signature
(soon-to-be) Profesor asdewi
(soon to be) Teacher of History of Magic class at Hogwarts School of Witchcraft and Wizardry

PS 1 : Oya Prof, sekadar menghilangkan praduga apa pun, saya tidak berniat mengusir posisi Profesor Binss, apalagi sampai berharap beliau dipecat. Jangan ya, Prof. Tapi saya berharap, mungkin kami bisa berbagi kelas? Seperti yang dilakukan oleh Profesor Trelawney dan Bane?

PS 2 : Uhm....sebenarnya sih gak penting ada PS 2 ini, tapi rasanya tanggung kalo cuma satu. Anu Prof, kapan-kapan boleh pinjem Pensieves-nya? Ada beberapa memory yang perlu dibuang nih, Prof. Seperti memori tentang sebuah kota berkabut dan seorang bermata bulat dengan seny...Ups...kok malah jadi curhat? Hehehe....Maaf, Prof. Jadi boleh pinjam Pensievesnya? Saya yakin boleh ya. #lho

PS 3 : Okay... I should stop making this PS. Have a great day, Prof.
Saya gak pernah mendapat kabar dari Profesor Dumbledore atau siapa pun yang berhubungan dengan Hogwarts. Bahkan saya gak tahu apakah surat saya sampai ke tangan beliau atau nggak.

Jadi bayangkan senangnya saya setelah 1,5 tahun sejak surat itu terkirim, tiba-tiba ada balasan dari Profesor Dumbledore. Beliau hanya mengirim surat singkat seperti ini :
Kepada :  Ms. A.S.Dewi

Sehubungan dengan Profesor Binns yang akan cuti di akhir tahun ini, maka Hogwarts membutuhkan guru pengganti untuk sejarah sihir.

Bila anda menerima posisi guru pengganti, maka anda akan mengajar sampai bulan Juni 2015.

Mengenai ide anda untuk sistem pengajaran baru di kelas Sejarah Sihir bisa kita diskusikan lebih lanjut saat kita bertemu nanti. Begitu juga dengan kontrak kerja anda.

Karena itu apabila anda berkenan, saya menantikan kehadiran anda di Three Broomsticks, Hogsmeade saat daun berwarna kuning dan mulai berguguran. Professor Binns akan memulai cutinya saat salju pertama turun.
Karena itu harap segera mengirimkan jawaban anda.

Terima kasih.

Hormat saya,

Albus Dumbledore

Wow...
Saya sampai baca surat itu berkali-kali demi memastikan kalo saya gak salah baca.
Profesor Dumbledore tertarik mempekerjakan saya. Akk...akhirnya saya bisa menapakkan kaki di Hogwarts.  Dan sekaligus mewujudkan impian saya menjadi guru sejarah.

Karena itu, saya mesti banget ke Inggris nih. Saya belum tahu gimana caranya bisa sampai ke Hogsmeade, tapi itu sih urusan kedua. Yang penting gimana caranya bisa sampai ke Inggris dulu.

Karena di sini ada kesempatan untuk mewujudkan impian lama saya. Dan saya gak akan membiarkannya lewat begitu saja. :)


0 comments:

Post a Comment