Cat
Nama aslinya sih Irene, tapi sedikit sekali orang yang memanggilnya dengan nama itu. Dan sesedikit itu pula, kalau mau dibilang tak ada, orang yang masih mengingat kenapa dia dipanggil dengan nama itu. Cat sendiri pun tak ingat. "Berhubungan dengan kucing pokoknya," jawabnya sambil mengedikkan bahu dengan tak acuh. Suatu jawaban yang sama sekali tidak menjelaskan apa - apa.
Awalnya saya berpikir, dia dipanggil begitu karena kecintaannya yang sangat besar pada kucing. Teman saya yang satu ini tak bisa melihat kucing terlantar. pasti langsung dipungut dan dibawanya pulang, tak peduli sebuduk apapun kucing tersebut. Tapi setelah mengenalnya makin lama, saya mulai meragukan alasan tersebut. Sifat kucing yang lincah dan gesit juga cocok diasosiasikan dengan teman saya itu.Selain ketangkasannya, sifat lain Cat yang sangat menonjol adalah kecerdasan dan ketegasannya.
Di masa SD, dia pernah melompat kelas sampai 2 kali dan sewaktu kuliah, dia lulus 1 tahun lebih awal dari rekan seangkatannya. Kecerdasan otak ditambah kemampuan sosialisasinya yang lumayan baik (tidak bisa dibilang sangat baik) juga keluwesannya membuat Cat mencapai posisi yang bagus di kantornya di usia yang baru 24 tahun.
Well, itu pendapat saya. Cat sendiri selalu berpendapat, keadaannya sekarang adalah karena kedisplinan dan kerja kerasnya (atau dengan bahasa orang normal biasa disebut wokahlic). Hal yang memang tak bisa dibantah, walau dia juga musti menambahkan sifat matematis.Buat saya, yang paling unik dari Cat adalah sifat matematisnya itu. Dia merencanakan setiap detil hidupnya sampai ke jam, menit bahkan detik kalau saja dia bisa. Dia tak pernah bisa lepas dari organizer-nya yang mencatat jadwal kegiatannya esok hari secara terperinci, mulai dari jadwal bangun pagi untuk esok harinya bahkan sampai jam makan dan dimana dia akan makan siang. Tak usah repot - repot mencoba mengajak Cat secara mendadak. Saya jamin, pasti akan ditolaknya dengan tegas. Kalau mau mengajaknya pergi jalan, kita harus membuat janji minimal 2 hari sebelumnya.
Teliti, praktis, efisien, disiplin, mandiri dan pekerja keras. Itu kata - kata yang tepat menggambarkan pribadi Cat. Sedangkan dalam penampilan fisik, Cat selalu berambut pendek. Model itu dipilihnya lebih karena alasan praktis daripada mode. Sehari - hari, ekspresi wajahnya hampir selalu berkesan serius dan seolah berpikir. Tapi kalau dia sedang tersenyum, mata cokelatnya akan berbinar cerah dan bibir tipisnya akan melekuk ramah. Saya paling suka melihat ekspresinya yang seperti itu. Satu sisi lain dari dirinya yang jarang muncul.
Seperti dia merencanakan jadwal sehari - harinya secara terperinci, sudah pasti dia juga melakukan hal yang sama pada hidupnya. Dia sudah punya rencana menikah di usia 32 tahun dan sebelumnya didahului masa pacaran minimal 4 tahun. Untuk saat ini, fokusnya adalah karirnya. Masalah cinta? Hoho.....tentu saja si realistis itu tak akan percaya pada hal - hal romantis seperti itu. Bahkan menurut Cat, untuk menyukseskan pernikahan tidak diperlukan cinta. Asalkan ada rasa sayang, pengertian dan kemauan yang kuat untuk mensukseskannya, maka hal itu sudah cukup."Kan kamu sendiri bisa lihat berapa banyak pasangan yang katanya menikah karena cinta toh akhirnya bercerai juga. Maka itu bukan cinta yang utama. Yang penting adalah kerja sama. Mempunyai mitra yang baik dan visi yang sama dan tentu saja menguntungkan," argumennya selalu.
Entah majalah apa yang pernah dibacanya atau film yang dulu disaksikannya sampai dia bisa beranggapan pernikahan sama saja dengan suatu hubungan bisnis.
Cat bertahan dengan pendapatnya itu sampai Joshua Caldwell, seorang pria Skotlandia, masuk dalam kesehariannya. Awalnya memang cuma kenalan biasa. Pertemuan mereka dikarenakan perusahaan Josh adalah klien kantor Cat yang adalah seorang akuntan. Dan bisa dibilang keduanya sangat tidak cocok dari sejak awal pertemuan tapi juga sangat serasi dalam berbagai hal.
Josh adalah penikmat hidup. Dia suka bekerja kerus , serius dengan kerjanya dan menikmati bersenang - senang dengan sama besarnya. Kebalikan dengan Cat, dia senang melakukan hal - hal spontan. Kalau tiba - tiba merasa penat dengan rutinitasnya, dia akan langsung bersantai, tanpa membuat perkerjaannya terbengkalai. Prinsipnya adalah kiamat bukanlah esok. Josh juga amat pandai bersosialisasi, fleksibel, luwes terutama terhadap lawan jenisnya serta gentleman sejati. Maka itu kemandirian Cat kadang membuatnya kewalahan. Josh berambut cokelat gelap dengan mata hijau safir yang ramah. Dia periang dan tampaknya tertawa termasuk salah 1 hal yang paling disukainya. Tapi di luar itu, mereka sama - sama penggemar musik klasik, penikmat orkestra dan pecinta lukisan. Mereka juga sama - sama menyukai masakan Italia, sedikit anti dengan masakan Perancis, serta menyukai cafezinho yang sangat kental. Sama - sama fans berat LA Lakers, Juve hater sejati dan menyukai Mets, tak peduli seberapa parah tim itu menurut pandangan umum. Di atas semua itu, Josh adalah satu - satunya yang mampu menarik Cat keluar dari jadwal - jadwalnya yang terperinci itu. Dia kebal terhadap semua protes Cat tentang kegiatan mendadak yang merusak jadwalnya dan terhadap keluh kesahnya tentang tingkah laku Josh yang seenaknya.Mereka sudah berkenalan selama lebih kurang 7 bulan sebelum menjalin hubungan yang saat ini sedang memasuki bulan ke-8.
Terus terang saja, saya salut dengan kesabaran Josh. Saya tahu pasti, Cat teman saya itu bukanlah orang yang mudah dihadapi. Perlu kesabaran lebih dari normal namun juga kita mesti tahu batas toleransi sabar klo tidak mau stress sendiri nantinya. Bisa dipastikan, hubungan mereka sangat menarik, penuh dengan segala keributan dan debat tiada akhir. Walau begitu, Josh ternyata sangat menikmatinya. Begitu menikmatinya sampai dia nekat melamar Cat padahal dia tahu pasti bagaimana pendapat Cat tentang pernikahan.
Cara melamarnya sih terhitung standar .Dalam suatu kencan mereka di sebuah restoran elegan, Josh menyanyikan sebuah lagu dan setelah itu mengeluarkan 5 kata keramat "Would you marry me". Tapi yang saya sukai adalah pilihan lagunya. Lagu Nuansa Bening yang awalnya dilantunkan oleh Keenan Nasution kemudian dinyanyikan ulang oleh Lucky, salah seorang finalis Indonesian Idol. Lagu itu begitu simpel tapi toh sangat mendekati kebenaran.
Tiada yang hebat dan mempesona
Ketika kau lewat di hadapanku
Biasa saja
Waktu perkenalan terjalin sudah
Ada yang menari, pancaran diri
Terus mengganggu
Mendengar cerita sehari-hari
Yang wajar tapi tetap mengasyikkan
Tiada kejutan pesona diri
Pertama kujabat jemari tanganmu
Biasa saja
Masa perkenalan lewatlah sudah
Ada yang menari, bayang-bayangmu
Tak mau pergi
Dirimu nuansa-nuansa ilham
Hamparan laut tiada bertepi
Kini terasa sungguh
semakin engkau jauh semakin terasa dekat
Akan kukembangkan kasih yang kau tanam
Di dalam hatiku
Menangkap nuansa-nuansa bening
Tulusnya doa bercinta
Wanita kebanyakan pasti akan merasa tersanjung dengan lamaran yang seperti ini. Wanita kebanyakan juga akan terharu melihat Josh menyanyikan lagu tersebut, mengingat lafal bahasa Indonesianya yang tidak sempurna, tapi ketika menyanyikan lagu itu dia terdengar sangat bagus (menurut pengakuan Cat). Dan saya yakin, wanita kebanyakan juga akan menerima lamaran tersebut dengan senang hati.Masalahnya...Cat bukanlah wanita kebanyakan.
Jadi bagaimana reaksi Cat?Yah sesuai perkiraan walau sedikit berlebihan. Awalnya dia hanya tertawa dan menganggap Josh lagi - lagi bercanda. Waktu tau Josh serius, dia terkejut dan kesal tapi berusaha menahannya karena mereka masih di tempat umum. Ketika mereka berdua saja, mulailah Cat meledak dengan penuh emosi. Saya tidak ada saat kejadian itu, tapi sudah bisa membayangkan omelan apa saja yang dikeluarkan Cat. Juga seberapa besar emosinya.
Dan benar saja. Cat masih emosi saat saya dan Helen bermain ke rumahnya. Dalam kamarnya itu, dia mondar mandir sambil mengomel, dan topiknya tidak jauh dari Josh dan lamarannya yang bodoh tentu saja."Aku tak tahu apa yang dipikirannya. Menikah dengannya? Yang benar saja. Itu tak ada dalam jadwalku saat ini. Kenapa sih dia melakukan hal tolol seperti itu? Padahal selama ini hubungan kami baik - baik saja. Sekarang malah ada lamaran ini lagi. Padahal dia tahu sekali klo aku tak ingin rencana masa depanku terganggu. Dan dari awal saja sebenarnya dia sudah merupakan gangguan. Masuk dalam kehidupanku dan merusak rutinitasku dengan cara seperti itu. Dia bahkan membuatku makan teratur 3 kali sehari," ucap Cat penuh emosi, masih berjalan berputar - putar dalam kamarnya.
Saya mengangkat alis mendengar kalimatnya. Pantas saja Cat terlihat lebih berisi. Dia memang selalu lupa makan kalau sudah keasyikan bekerja. "Jadi dia memberimu makan lengkap 3 kali sehari? Dimana jeleknya sih?" tanya saya keheranan.
"Gak ada memang kecuali dia mengubah kebiasaanku. Bayangkan saja, aku sedang serius bekerja ketika tiba - tiba dia masuk ke kantorku sambil membawa makan siang , dan malah lebih sering dia memaksaku makan di luar. Katanya aku perlu bertemu dengan orang sekitar. Hah! Coba bayangkan itu. Belum lagi kebiasaannya menyembunyikan PDA-ku dan berkata bahwa aku tak akan mati tanpa itu." Sekarang Cat berjalan menuju laci ketiga di meja tulisnya, tempat dia menyimpan persediaan cokelatnya dan mengambil segenggam penuh cokelat Bourbon dan langsung menelannya sekaligus. Wah...wah...saya tahu persis, saat Cat makan cokelat seperti itu, artinya dia sedang merasa tak nyaman. Menarik juga.
"Jadi.....apa yang salah?" tanya saya dengan lagak bodoh. "Dia memang benar, kau toh tak akan mati karenanya. Dan makan teratur baik untukmu Cat. Kau sudah terkena maag, jangan sampai kau terkena tukak." Hem....sebenarnya ini bukan pertama kalinya saya memperdebatkan hal ini dengan Cat. Tapi selalu menyenangkan untuk melakukannya. Malah saya memperbaiki posisi saya di tempat tidur Cat yang merupakan tempat bertengger saya sejak awal saya di kamarnya.
"Masa bodoh dengan tukak. PDA ku itu lebih penting. Aku mencatat & mengatur semua jadwalku disitu. Pernah saat dia akhirnya mengembalikan PDA ku setelah disembunyikannya seharian, aku kelupaan menulis beberapa jadwal perjanjian untuk minggu depan yang kucatat hanya di atas kertas tissue."
"Cat, itu kan masih minggu depannya. Kau toh bisa menyusunnya ulang," jawab saya putus asa. Teman yang satu ini memang strict klo menyangkut jadwalnya.
"Tetap saja sudah merusak susunan jadwalku," gerutunya tak mau kalah.
"Cat, kapan kau mau belajar klo hidup bukan cuma jadwal?" Helen yang dari tadi duduk diam di sofa melihat perdebatan saya dan Cat akhirnya ambil bagian. Saya melihat ada kilasan kejenuhan di wajahnya. Pasti bukan sekali ini dia berdebat dengan Cat tentang hal ini.
"Buatku itu segalanya. Jadwal dan rencana masa depan. Menikah sekarang? Yang benar saja. Aku tidak bisa menikah denga orang yang baru kupacari selama 8 bulan. Targetku kan 4 tahun. Belum lagi musti dibuat perincian tentang tugas rumah tangga. Siapa yang akan menyapu, siapa yang akan mengepel. Siapa yang membersihkan rumah, siapa yang membersihkan taman. Belum lagi soal anak. Sudah pasti aku yang melahirkan. Tapi siapa yang akan mengganti popoknya dan siapa yang akan bangun tengah malam kalau dia menangis? Hal - hal seperti itu kan perlu direncanakan."
" Kau bisa, Cat! Dan hal - hal seperti itu akan mengalir dengan sendirinya," potong saya segera.
Cat hanya mendelik kepada saya sebelum kembali bermonolog . " Belum lagi hal - hal romantis yang dilakukannya itu. Bunga , cokelat. Oh jangan lupa sifat gentle-nya. Berkeras membukakan pintu , berkeras dia jalan di sebelah luar. Bahkan......"
"Wo...wo....sebentar," potong saya lagi. "Jadi dia mengirimu bunga secara berkala, memberimu cokelat untuk menambah persediaanmu dan kemudian juga selalu bersikap gentle padamu? Memaksa membukakan pintu mobil dan sebagainya? Ah....," desah saya pura - pura. "Jahat sekali ya dia. Benar - benar merendahkan martabat wanita. Yeah Cat, dia memang mestinya dihukum."
Cat langsung melotot menatap saya. Dia pasti bisa melihat seringai saya karena sejurus kemudia dia mendengus sebal. "Huh! Kau meledekku lagi!"
"Cat, sudahlah. Gak usah ribut lagi. Sekarang gimana Josh? Kau serius menolaknya? Apa yang salah sih? Kau toh mencintainya juga! Jangan sampai menyesal nanti," Lagi - lagi Helen bersuara, melenyapkan segala omelan Cat pada saya yang sudah siap dimuntahkannya.
Cat hanya mengedikkan bahu dan mendengus tak peduli. "Cinta! Cuma orang - orang sok romantis yang beranggapan itu perlu. Berapa kali sih musti kubilang saat ini , pernikahan tidak ada dalam rencanaku. Lagipula tidak diperlukan cinta untuk itu."
"Kalau punya kesempatan untuk mendapatkan keduanya sekaligus, kenapa tidak sekalian saja?" Helen masih berusaha membuka pikiran Cat yang rupanya punya kepala yang lebih keras daripada batu.
"Siapa sih yang bilang aku mencintainya?" balas Cat sebal.
"Serius?" Kali ini ganti saya yang merasa tergelitik."
"Tentu saja. Dia cuma teman akrab. Mana mungkin aku mencintai bodoh tolol seperti itu," jawab Cat angkuh.
"Hem......masalahnya, aku mengenalmu terlalu baik non. Kalau memang teman, kau tak akan membiarkannya merusak jadwalmu, dan kau juga tidak akan mengeluh seharian padaku kalau kalian sedang ribut," tantang Helen sambil menaikkan alisnya. Bahkan saya berani bersumpah, saya melihat seringai di bibirnya. Sayang seringai itu hilang secepat datangnya.
"Hei, dia bisa merusak jadwalku karena dia memang paling jago memaksa. Entah bagaimana caranya dia melakukan itu. Dan aku memang tak suka ribut dengan siapa pun, makanya aku selalu bad mood kalau kami lagi ribut." Jujur saja, saya salut dengan kegesitan Cat menjawab setiap tuduhan.
"Oke. Terserah. Tapi aku punya pendapat sendiri. Bicarakan hal lain saja sekarang. Jadi gak rencana ke mangdu besok?" Sebenarnya saya masih ingin melanjutkan topik ini dengan Cat, tapi melihat Helen mengalah saya pun diam saja. Kalau dia saja yang sudah bersahabat dengan Cat sejak TK sudah menyerah, maka kemungkinan saya berhasil pun sangat tipis.
Dan bagaimana pula reaksi Josh?
Kira - kira 2 hari sejak diskusi kami di rumah cat, Josh menelpon dan meminta saya dan Helen mengunjunginya di apartemennya. Dan situasi yang sama pun terulang. Bedanya kali ini berlokasi di ruang kerja Josh. Saya duduk di kursi kerjanya yang bisa berputar - putar, sementara Helen duduk di sofa. Dan Josh sibuk mondar mandir. Satu lagi kesamaan antara dia dan Cat, catat saya dalam hati.
"Benar - benar tak mengerti apa maunya cewek itu. Ngomel dan mengamuk seperti itu."
"Well....kau kenal dia kan? Harusnya kau bisa memperkirakan reaksinya," jawab Helen yang diikuti anggukan setuju dari saya.
"Tentu saja aku sudah menduga dia bakal marah sebentar. Tapi yang tidak kuduga adalah histerisnya itu. Kenapa musti sampai begitu? Demi Tuhan, orang buta juga bisa lihat kalau aku serius. Dari awal, aku sudah berusaha akrab dengan keluarga dan teman - temannya. Aku bahkan rela mengorbankan setiap hari minggu ku agar bisa bertemu keluarganya. Dan aku memang senang melakukannya. Aku ingin keluarga dan teman- temannya bisa menerimaku karena aku berencana menjadi bagian permanen dari mereka. Mana mau aku repot seperti itu untuk seorang wanita kalau bukan karena dia sangat berarti untukku? Harusnya dia tak perlu histeris seperti itu. Belum lagi segala ocehannya tentang target 4 tahun dan pembagian tugas. Apa sih yang ada di pikirannya? AKu kan mengajaknya menikah bukannya bikin perusahaan yang bernama rumah tangga." Saya seperti melihat kejadian yang sama. Josh berjalan putar - putar mengelilingi ruangan. Bedanya, dia memegang segelas soda di tangannya (dia memang berhenti minum alkohol sejak menjalin hubungan dengan Cat).
"Yah Cat memang bukan orang buta tapi terkadang dia bisa jadi jauh lebih buta. Kau kan tahu, dia hanya mempercayai apa yang bisa dilihat matanya atau didengar telinganya. Sudah lama dia mematikan yang namanya insting dan feeling. Bodoh memang," jawab Helen tenang yang masih diikuti dengan anggukan saya.
"Itu satu hal lagi." Josh mengeluarkan salah satu koleksi umpatannya sebelum melanjutkan . "Beraninya dia bilang aku tolol dan idiot. Memangnya dia kira dia siapa? Bukan cuma dia yang lulus lebih cepat dan bukan cuma dia yang..."
"Lulus dengan predikat magna cum laude," potong saya. "Kami juga tau kok kau lulus setahuan lebih awal dan masih mendapat gelar cum laude. In fact, kalo bukan karena ini, mungkin Cat tak akan tertarik padamu. Atau lebih tepatnya, mungkin kau takkan tertarik padanya." Saya nyengir dan bertukar pandang dengan Helen. Wajah Josh tampak agak merah. Saya tahu, sebenarnya dia tak suka membanggakan keberhasilannya di bidang yang itu.
"Yah....kenyataannya toh dia masih menolakku. Sebenarnya kenapa sih aku bisa tertarik padanya?" Saya geli melihat ekspresi Josh, campuran antara rasa jengkel tapi juga tak berdaya. "Dia toh tidak cantik. Badannya terlalu kurus, bibirnya lebar. Belum lagi sikapnya. Kaku sekali. Aku tak pernah membayangkan bahkan hanya sekedar berhubungan dengan gadis semacam itu. Tipeku wanita yang lincah, ceria, tahu cara menikmati hidup dan sama sekali tidak sulit. Seperti kau!" tunjuknya pada Helen.
Helen hanya menaikkan alisnya dan nyengir jahil terpampang di wajahnya. "Sayang sekali kau tidak memutuskan mengejarku saja. Saat ini aku sedang kosong. Dan aku berani sumpah, aku sama sekali tidak akan mengamuk, bahkan marah pun tidak, kalau kau melamarku."
Josh hanya mendengus jengkel. "Aku tidak perlu ejekanmu, OK?"
"Hei tenang Josh." Saya berusaha mendinginkan suasana. "Paling tidak ucapanmu toh menunjukkan bahwa kau mencintainya bukan karena fisiknya."
"Memang tidak," sergah Josh langsung.
"Jadi kau mencintainya?" desak saya lebih lanjut. Senang bahwa pancingan saya mengena. Biar bagaimana, selama ini Josh memang tidak pernah terang - terangan mengungkapkan bahwa dia mempunyai ketertarikan yang lebih pada Cat.
Josh tampak menarik dan mengembuskan napas sekali sebelum menjawab. "Memang iya! Orang bebal pun harusnya bisa merasakannya."
"Tapi Cat tidak bisa walau memang dia bebal. Jadi apa yang akan kau lakukan?" Helen bertanya dengan nada tenang. Berhasil juga dia menyembunyikan ketawanya, walau gagal menyembunyikan ekspresi puas yang tampak di wajahnya.
Josh hanya mengangkat bahunya. "Cat perlu waktu dulu. Tipe kayak dia perlu diberi waktu buat tenang. Setelah itu, aku akan berusaha sekali lagi."Saya dan Helen bertukar senyum. Ternyata walau baru berhubungan selama 8 bulan, Josh sudah sangat mengenal kebutuhan Cat.
"Dan kalau gagal?"
Josh hanya tersenyum kecut. " Aku masih bisa berusaha lagi." Kali ini , saya dan Helen malah bertukar cengiran.
"Kalau masih tetap gagal?" Kali ini ganti Helen yang bertanya.
"Aku bisa menerima kata tidak. Dan aku juga tau batas aku musti berhenti," jawab Josh pasrah.
"Jangan biarkan gengsi menghalangimu, Josh!" Saya tahu, Helen sangat bersungguh - sungguh kali ini. Saya bisa mngerti karena saya juga merasakannya. Bagaimanapun , kami tak ingin Cat melakukan sesuatu yang akan sangat disesalinya nanti.
Josh tersenyum kecut mendengar ucapan Helen. "Kalau aku bersedia menerima omelan dan makian seperti itu dan setelahnya masih mau berusaha agar dia menerima lamaranku, artinya aku sudah mati - matian menekan gengsiku. Tapi aku takkan melakukan ini kalau aku tak punya firasat perasaannya sama denganku."
"Tetap jaga firasatmu dan jangan biarkan gengsi menekannya," komentar saya.
"Hei! Berbaiklah sedikit padaku. Aku bahkan mengambil risiko diketusi lagi."
"Aku ingat, satu masa dulu, kau mengaku bahwa kau sangat menyukai suara ketus itu. Kau sempat heran kan apa yang salah denganmu," Helen menyanggah ucapan Josh, membuat pria itu nyengir bajing.
"Yah......tak bisa kubantah memang." jawabnya dengan nada pasrah.
"Hei Josh, aku penasaran. Kenapa sih kau memilih lagu itu? Kenapa bukan sesuatu yang lebih mengugah macam Glory of Love atau lagu - lagu konyol lainnya?"
Josh langsung mengernyitkan dahinya mendengar pertanyaan saya. "Kau saja sudah menganggapnya sebagai lagu konyol apalagi Cat. Selain itu aku tak suka mengucapkan kata - kata kacau macam I can't live without you. Takabur sekali. Dan terutama, lagu itu cocok dengan situasinya."
"O ya? Apa?" Saya dan Helen bertanya serempak. Kami saling bertukar pandang dan sama - sama menyeringai.
"Hei....apa aku harus membongkar semua hal depan kalian?" Josh menatap kami sambil melotot. Tapi menit berikutnya, setelah kami juga membalas pelototannya, dia hanya menghela nafas pasrah. "Yah. Soalnya sama kayak lagu itu. Awalnya kan aku dan dia biasa saja. Pokoknya begitulah." Dan setelahnya Josh bungkam dan tak mau berkomentar apapun soal itu.
Ketika saya dan Helen hanya tinggal berdua, saya bertanya pada Helen. "Menurutmu mereka akan berhasil, Len?" Helen mendesah pelan sebelum menjawab. "Entahlan Wi, doain aja. Masalahnya gengsi Cat gede banget. Dia sudah menolak Josh pertama kali, kemungkinannya dia melakukan untuk yang kedua sangat besar."
Yah.....saya juga menyadari kebenaran ucapan Helen."Tapi..." Helen menatap saya dan menyeringai sebelum melanjutkan. "Kalau Cat sampai begitu goblok melepaskan cowok berkualitas seperti itu, maka aku akan mengejar Josh." ucapnya pasti.Saya hanya tertawa mendengar ucapannya, tahu pasti dia tak akan melakukannya.
PS : Ini kejadian 2 bulan lalu. Yang saya tahu, baru - baru ini Helen menelpon saya dan berkata, dia sedang bersiap - siap mengejar Josh.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment