Tuesday, January 15, 2013

Selamat Jalan, Nenek

Di keluarga besar kami, kakek adalah matahari. Kegiatan keluarga kami selalu berpusat di sekitar kakek dan dengan persetujuan kakek.
Nenek adalah sosok pendamping kakek. Dengan kelembutan dan sifat pendiam serta pengalahnya, nenek hampir selalu mengikuti keinginan kakek.

Tiap kali keluarga besar kami ingin mengadakan suatu acara, kami hanya perlu minta ijin atau mendiskusikannya pada kakek.
Kami tak merasa perlu mendiskusikannya dengan nenek, karena kami tahu nenek akan setuju saja dengan keinginan kakek.

Saya ingat, setiap kumpul keluarga, kakeklah yang mendominasi pembicaraan. Dengan cerita humornya, dengan obrolan politiknya atau kabar terbaru perkebunannya.
Nenek? Biasanya beliau sibuk di dapur, menyiapkan makanan untuk kami semua. Nenek memang jago dan senang banget masak.
Dan untuk nenek, menghidangkan makanan - makanan enak buatan beliau adalah caranya menunjukkan cinta pada kami.

Nenek pun menjadi sosok yang mandiri. Contohnya saja, bila kakek sakit, maka semua anggota keluarga besar akan tahu dan kami berebutan menemani beliau berobat.
Sedangkan nenek? Jangankan menemani berobat, bahkan kami baru tahu nenek sakit setelah melihat beliau meminum obat pemberian dokter.
Tanpa bermaksud bersikap kurang perhatian, nenek memang jarang (bahkan hampir gak pernah) mengeluhkan sakitnya.
Ulang tahun kakek selalu dirayakan besar - besaran. Ulang tahun nenek? Beliau hanya mau diucapkan selamat dan didoakan.
Kami (para anak dan cucu yang dokter) selalu mengetahui perkembangan penyakit hipertensi dan diabetes melitus kakek. Kami tahu tensi darah dan kadar gula darah terakhir kakek. Kami juga tahu obat apa saja yang dikonsumsi kakek saat ini.

Sedangkan nenek? Yang saya tahu, dia punya sakit diabetes melitus. Itu saja.
Bukannya mau membedakan. Tapi kakek memang senang bercerita dan berdiskusi tentang penyakitnya, sementara nenek lebih senang menyimpannya sendiri.
Dan kami pun terbiasa untuk tidak bertanya kepada nenek bahkan sekedar basa basi mengenai kondisi beliau. Tapi kemandirian dan kediaman itu fatal sekarang :’(.

Nenek telah pergi. Dan seperti sifatnya selama ini, beliau pergi diam-diam. Tanpa firasat, tanpa pertanda. Beliau hanya mengeluh tak enak badan, lalu minta dipijit. Lalu Buccu (asisten di rumah nenek) meninggalkan nenek sebentar untuk menutup pagar. Sewaktu dia kembali, nenek sudah gak ada. Beliau tampak seperti sedang tidur.

Ah…nenek, selama hidup kamu selalu mandiri. Sampai terakhir pun tetap begitu. Sedih rasanya kalo ingat nenek punya begitu banyak anak dan cucu, namun saat pergi beliau sendirian.
Saat itu, kakek sedang dirawat di RS. Dan kami semua fokus pada kakek. Nenek kebetulan sedang pulang ke rumah untuk mengambil baju ganti.
Semestinya, nenek bisa saja meminta salah 1 cucunya mengambilkan baju ganti. Tapi seperti biasanya, nenek lebih senang melakukan segalanya sendiri :).

Sekarang nenek udah pergi. Dan saya hanya bisa mengenang beliau. Bagi saya, beliau nenek terbaik.
Walau pun lebih banyak diam, dan saya termasuk paling jarang bertemu beliau, tapi nenek punya cara sendiri mengekspresikan cinta dan perhatiannya.
Nenek gak pernah lupa menitipkan cemilan buatannya yang jadi kesukaan kami bersaudara pada tiap kerabat yang berangkat ke jakarta.

Bahkan saat saya di Tual pun, nenek tak pernah lupa mengirimkan cemilan buatannya. Selalu ada kalung atau cincin emas yang disediakan nenek bagi saya dan risma untuk setiap peristiwa spesial dalam hidup kami. Ultah ke-17, saat keterima UMPTN, saat lulus sebagai dokter adalah beberapa peristiwa diantaranya.

Ah Nenek, kenapa saat sekarang ini, saya baru disadarkan bahwa saya jarang sekali mengungkapkan rasa sayang saya padanya?
I guess I took all her love and attentions for granted and never showing her how much I love her.
I’m sorry, nenek. I really regret it.
Tapi ketahuilah, saya sayang nenek. Banget. Selamat jalan, nek. Saya berdoa Allah SWT menerima nenek di sisi-NYA.

ps : it's an old post. Just paste it from my tumblr