Monday, May 26, 2014

Pertemuan Di Sebuah Senja


Nyanyian camar di langit senja menarik perhatian saya yang sedari tadi khusyuk (taelah khusyuk!) memperhatikan candaan ombak. Dengan tatapan iri, saya melirik para camar yang terbang teratur ke arah Selatan berlatar belakang mentari yang beranjak pelan.

Ah betapa irinya saya. Mentari dan para camar itu sudah bisa pulang dengan tenang ke sarang mereka. Saya? Masih saja termangu di pantai karena gagal menemukan solusi untuk masalah saya saat ini.

Ya...saya memang ke pantai ini untuk mencari jawab atas sebuah tanya yang bersarang di hati. Dan seperti biasa, pantai adalah lokasi favorit untuk menyepi, merenung, berkontemplasi sekaligus mencari jodoh #eh.

Ada sesuatu yang magis dari suara debur ombak bercampur dengan kuakan camar yang bisa melesapkan resah. Aroma garam bercampur dengan amisnya ikan dan harumnya pohon kelapa (yakali!) selalu bisa merangsang otak untuk mencari jalan keluar dari setiap masalah yang saya bawa ke sini. Ya pantai memang punya caranya sendiri untuk memberi solusi.

"Kecuali hari ini..."
Sambil menghela napas, saya menatap pasrah para nelayan yang bersiap melaut, pertanda saya harus segera pulang. Secinta apapun pada pantai, saya tak bisa menghabiskan waktu lebih lama di sini. Pertama karena nyamuk Anopheles akan segera keluar saat senja memudar (dan saya lupa bawa Autan). Kedua (dan ini yang paling penting) stok cemilan yang kubawa sudah berkurang drastis (halah).

Saya mengambil sebungkus gorengan (satu-satunya stok cemilan yang tersisa) sebelum menghampiri laut. Saya berniat merendam kaki barang sejenak di bawah siraman mentari senja sambil...makan gorengan (penting abis!). Setelah berjalan hingga air laut mencapai ketinggian selutut, barulah saya sadar kalo ini ide  buruk. Soalnya saya lupa bawa celana panjang cadangan dan lupa keluarin handphone di saku celana. Yaa...air lautnya emang cuma selutut sih, tapi kalo ada ombak menyambar maka dadah deh ke si handphone.

Tengah berpikir sebaiknya kembali ke tepian untuk menyimpan handphone di tas ato memasrahkan aja nasib si gadget tercinta itu kepada takdir #tsah, tiba-tiba saya merasakan dorongan keras dari sebelah kiri. Berhubung refleks saya parah, maka jatuh deh si hp sayang ke laut (ya masa' ke kuah soto). "JURIG! Itu handphone gw jatoh!" teriak saya kesal ke arah kiri.

Dari posisi berdiri bisa saya lihat ada kepala berambut cokelat sedang bersembunyi di balik batu karang besar. Jurig-siapapun-itu yang tadi menabrak saya pasti sedang ngumpet di sana setelah sukses menyenggol kaki saya waktu sedang berenang. Dengan dongkol saya menghampiri jurig-siapapun-itu sambil protes : "Kok ngumpet sih? Mending loe pikir gimana caranya ganti handphone gw ato gw bersumpah DEMI TUHAAANNN..." *bumi langsung gonjang ganjing, Everest memuntahkan laharnya, Arya Wiguna terjengkang, Zeus tersedak dan Anang terkapar* #KenapaAdaAnang

Tapi teriakan saya terhenti disitu. Saya terpana saat melihat sosok jurig-siapapun-itu. Soalnya...emang dia mirip jurig sih (.___.) . Rambutnya acak-acakan dan yang lebih aneh lagi adalah wajahnya yang seperti perpaduan ikan dan manusia tapi ganteeengggg (nah lho...bingung kan? :p)
Saat jurig-siapapun-itu bergerak ke arah saya, barulah saya nyadar kalo ada sirip ikan besar di bagian bawah tubuhnya. Ternyata dia manusia duyung sodara-sodarah! Iyaa...makhluk setengah manusia setengah duyung itu.

Dan okeh...sekarang gantian saya yang jiper. Saya berusaha lari tapi apa daya,si manusia duyung lebih cepat. Dan dia langsung bersuara semacam "Eeeee..." sambil menunjuk plastik gorengan di tangan saya.
"Eh? Do you want this?' tanya saya sembari mengayunkan bungkus gorengan.

"eeeeeeee....."

Hah? Maksudnya apa sih? "Do you want this?" Dia hanya menatap saya. "Eng...ale mau ini makanankah?" Dan si manusia duyung pun mengangguk gembira. Duile...ternyata dia bisanya bahasa ambon toh.

Tapi berhubung saya males berdebat, saya bagilah gorengan itu dengan dia. Berdua kami menikmati sebungkus gorengan sambil memandang sunset hingga gorengannya habis dan matahari sudah tenggelam setengahnya.

"Beta pulang dulu e."

"Eeeeee...." teriaknya masih dalam intonasi yang sama.

"Ale kenapakah? Su mo gelap ini. Beta harus pulang dolo."

"Ee..eee..E!" jawab dia sambil menarik tangan saya. Dengan rada bete, saya pun mengikuti dia. Hingga saya sadar dia menarik saya makin dalam ke arah laut.

"Eh nanti dolo. Ale mo kamanakah ini?" MD (disingkat gitu aja lah ya, panggil manusia duyung kepanjangan) menunjukkan tangannya ke arah matahari tenggelam, lalu menunjuk ke bawah.

"Laut? Ale mo ajak beta ke dalam laut?" MD mengangguk sementara saya terpana.

Dia kembali menarik baju saya dan berkata "Eee..eee.." dengan nada Shakira lagi nyanyi lagu Shamina-mina ee itu.
Eng...waduh kumaha ieu. Saya sih pengen banget ikut ke bawah laut. Bisa dibilang sejak nonton Little Mermaid, saya udah kepengen bisa ke bawah laut. Saya pengen ketemu Poseidon, maen sama Flounder & Sebastian temennya Ariel, main tebak-tebakan bego sama Dorry si ikan pengidap short term memory loss, ikut nyanyi bareng para Siren sampe membuat para pelaut tersesat dan bisa pesta seafood sepuasnya (teteeup yang dipikir makanannya dulu).
Dan sejak baca salah satu teori yang bilang kalau Atlantis itu ada di dasar laut, mimpi absurd saya untuk berkelana di dasar laut pun bertambah. Jadi ajakan ini bagaikan pucuk dicinta, eh malah ulam yang datang. Saya mau banget ikut, tapi....
"Lalu bagaimana beta bisa bernapas dalam air?"

Secara ajaib, MD mengeluarkan segumpal tanaman berwarna hijau yang keliatan seperti ekor tikus bergumpal. Dia menyerahkan tanaman itu ke telapak tangan saya. "Oh....ini mah gillyweed, tanaman yang dipake Harry buat bernapas dalam air," gumam saya.


"Tapi beta bisa pulang kah nanti?" Saya masih ragu nih.

"Ee...yee..yeee...yeyeyeye," jawab MD lagi dengan nada lagu Cantik-nya Kahitna.

Hadoh...apa pula artinya itu? Saya udah nekat aja mo ikut, masalah pulang mah kumaha engke lah. Tapi...saya keingat cerita Urashima Taro. Gimana kalo saya kembali ke darat nanti ternyata waktu udah berlalu ratusan tahun? Artinya saya gak ketemu ibu saya selama itu juga dong. Trus saya juga gak tau siapa presiden pemenang pemilu, gak bisa nonton endingnya Doraemon (kalo ada), gak kelar baca novelnya Game of Thrones, gak bisa menikmati buku kacrut lagi (eh..ada yang bisa delivery buku ampe ke bawah laut gak?) dan yang paling penting nih : "Saya gak bisa makan gorengan lagi dong!" #pentingabis

"Ee-e-e-um-um-a-weh," katanya lagi dengan nada lagu The Lion Sleeps Tonight. Gestur dan ekspresinya memnta saya untuk bergegas.

"Beta seng bisa ikut ale. Tagal beta balom izin dengan beta pung Mama. Nanti angtoa cari Beta wa. Beta seng mau jadi anak durhaka. Nanti beta dikutuk jadi batu saparti Malin Kundang. Wah bahaya tuh. Beta seng bisa lai makan gorengan di pinggir pantai berdua Channing Tatum."(emang pernah?) Saya memberi alasan dengan ekspresi menyesal.

"Wimoweh, wimoweh, wimoweh, wimoweh,"jawabnya. Saya tetap menggelengkan kepala. Akhirnya dia pun melepaskan saya dan berenang ke arah Barat.
Saya menatap kepergiannya dengan menyesal. Seandainya aja saya ngerti omongan dia tadi. Siapa tahu aja dia kasi tahu kalo saya bisa balik ke darat dan tidak akan berakhir seperti Urashima Taro. Kan jadinya saya bisa jalan-jalan di bawah laut sambil mencari Atlantis. Syukur-syukur bisa nemu dan nama saya tercatat di wikipedia. #lah
Tapi ya sudahlah, nasi sudah menjadi bubur. Mending ditambahin ayam dan cakwe aja biar enak (garing ya? iya).

Saya kembali ke pantai dan menatap tumpukan barang-barang yang masih berantakan. Mata saya tertumbuk pada laptop yang masih menyala sedari tadi. Dan saya pun kembali diingatkan tentang pertanyaan yang membawa saya ke pantai ini.
 
"Hmmm...kayaknya saya udah tahu jawabannya sekarang." Dengan semangat baru, saya hampiri Raffelino (nama laptop saya) dan membuka window baru di browser-nya. Saya mengetikkan satu alamat web tertentu dan...AHA! Saya temukan yang saya cari.
Saya pun kembali ke window yang pertama dan membaca pertanyaan yang terpampang di blog milik rekan saya Melisa @ Surgabukuku :

"Jika kamu berkesempatan mengunjungi toko buku Flourish and Blotts, buku apa yang akan kamu bawa pulang dari sana? Pilih 1 (satu) buku saja! Jangan lupa sertakan alasannya…"

Saya tersenyum puas. Kini saya tahu jawabannya.
Saya ingin buku ini : "Merpeople: A Comprehensive Guide to Their Language and Customs"


Yang di atas itu adult cover version. Kalo saya naksir yang kids cover version ini deh #yakali

 photo my_home_mermaid_by_edit_zps832eeb88.jpg

Supaya kalau bertemu lagi dengan manusia duyung saya bisa berkomunikasi dengan baik. Tadi saya bahkan gak tahu nama dia. Gak sopan banget ya. Itu satu kesalahan yang gak boleh saya ulangi lagi.

Saya pun mulai membereskan bawaan saya yang masih berserakan di atas pasir sambil cengar-cengir puas. Yess....mission accomplished!
Tanya di hati sudah terjawab, begitu pun solusi agar bisa berkomunikasi dengan manusia duyung. Saya sudah bertekad, pokoknya sesampainya di rumah nanti, hal pertama yang akan saya lakukan adalah memesan online bukunya Dylan Marwood itu.

Kegiatan saya terhenti saat sebuah hal terbersit di benak.
Saya batal beresin barang-barang dan membuka kembali laptop. Dengan harap-harap cemas, saya menunggu agar terkoneksi dengan jaringan internet.
Setelah tersambung, saya langsung buka laman Google, mengetikkan sebuah kata kunci dan...berakhir kecewa.

Hiks...ternyata Flourish & Blotts gak melayani pembelian buku secara online.
Jangankan beli buku online, wong toko itu malah gak punya website resmi di dunia maya.
Ini artinya saya kudu banget ke Diagon Alley nih biar bisa beli langsung. Dan berhubung saya gak punya bubuk floo atau sapu terbang, satu-satunya cara mencapai Diagon Alley adalah dengan pergi ke London.

Tapi gak papa.
Saya harus usahakan sebisanya supaya bisa nyampe dengan selamat ke London. Karena saya sudah bertekad untuk menguasai bahasa Mer supaya gak terjadi gagap komunikasi lagi. Biar bisa mewujudkan impian kanak-kanak untuk ke bawah laut.

Ayooo,Wi! Semangat usaha ke London biar bisa ke Flourish & Blotts. Fighting! Hooyah!

pic source for :
- sunset
- 1st mermaid, 2nd mermaid 

0 comments:

Post a Comment