Monday, September 5, 2011

Is That True Love


(image diambil dari sini)

Kebanyakan dari kita pasti tahu salah satu cerita cinta legendaris Ramayana.
Cerita tentang Sri Rama, putra mahkota Kerajaan Ayodhya yang harus menjalani hukuman pengasingan selama 13 tahun di hutan bersama istrinya, Dewi Shinta dan adiknya Laksmana.
Dalam pengasingan itu, si raksasa jahat Rahwana jatuh cinta dan menculik Dewi Shinta ke kerajaannya, Alengka.

Sri Rama jelas tak tinggal diam. Dibantu adiknya yang setia, Laksmana, serta pasukan kera di bawah pimpinan Hanoman, dia pun berjuang merebut kembali istrinya.

Perjuangan itu memakan waktu 13 tahun, selesai bersamaan dengan berakhirnya masa pengasingan Sri Rama.
Namun sebelum kembali ke Ayodhya, Dewi Shinta harus menjalani tes untuk membuktikan bahwa dirinya masih suci. Diceritakan, tes ini bukan kehendak Sri Rama. Namun desakan para pasukannya yang meragukan kesucian Dewi Shinta yang telah disekap selama 13 tahun.
Untuk mencegah berkembangnya gosip, maka Sri Rama menyetujui dilakukannya tes itu. Tesnya degan cara Shinta harus melompat ke dalam api yang berkobar. Bila Rahwana pernah menyentuh Shinta walau hanya seujung rambut, maka Shinta akan terbakar.

And so, Dewi Shinta passed that test. They returned to Ayodhya, Sri Rama became a king.
What comes next?

Happily ever after?

Tettooottt...SALAH!!!

Penggemar kisah wayang pasti tahu klo kisah Rama-Shinta masih berlanjut.

Jadi ceritanya, walau pun Shinta sudah melalui tes dan berhasil meyakinkan prajurit-prajurit Rama, namun rakyat Ayodhya masih meragukan kesucian Shinta. Banyak yang meragukan keabsahan tes itu. Ketika Shinta hamil, gosip pun semakin santer. Beberapa meragukan bahwa yang dikandung Shinta adalah anak Rama.

Bagaimana dengan sikap Rama sendiri?
Ada 2 versi yang saya tahu.
Kalo versi yang saya baca sih, Rama nggak ikutan menuduh Shinta, tapi juga nggak pernah membelanya. Dia hanya diam.
Versi lain bilang, Rama mengungkapkan keraguannya pada Shinta dengan bertanya keabsahan anak di kandungan Shinta.
Versi mana pun yang benar, intinya sih tetap saja Rama meragukan Shinta sampe Shinta kabur dari istana, bersembunyi di hutan, melahirkan dan membesarkan kedua putra kembarnya di hutan.

Kisah ini berakhir bahagia sih. Dengan kedua putra Shinta yang membersihkan namanya dan Rama yang memohon maaf pada Shinta.

Tapi masalah yang mau saya sorot bukan disitu kok (taela....preambule-nya panjang banget).

Yang saya pertanyakan, benarkah Rama mencintai Shinta?
Kalo memang iya, kenapa dia musti meragukan Shinta? Walau pun gak setuju, saya masih bisa paham deh dengan tes api itu. Tapi kenapa untuk yang kedua kalinya pun, Rama masih meragukan Shinta?
Waktu Rama berjuang merebut Shinta dari Rahwana, was it based on love or based on pride?
Jangan - jangan harga diri Rama aja yang terganggu karena ada orang lain yang merebut miliknya.


(image diambil dari sini)

Lalu Rahwana?
Buat saya sih, dialah si pemilik cinta yang tulus.
Demi mendapatkan Shinta, dia nekat menculiknya dari Rama. Juga mempertahankan Shinta walau harus mengorbankan kerajaannya dan (pada akhirnya)kebebasannya.
Rahwana itu perwujudan semua sifat buruk manusia. Kasar, brutal, you name it. Easy for him to rape Shinta in that 13 years. But not even once he touched Shinta, moreover forced himself to her.
Kalau itu bukan cinta, apalagi namanya?

Poor Shinta. Dia gagal melihat cinta setulus milik Rahwana karena silau terhadap kemilau Rama.

Sebenarnya sih aneh klo saya ngomong kayak gini. Siapa pun bakal bilang Rahwana lah si penjahatnya. Tapi, kalo menyangkut Shinta, saya gak pernah bisa menempatkan Rahwana dalam porsi penjahat.

Mudah-mudahan saya gak membuat kesalahan sefatal Shinta.

PS : Yup...materi ini emang gak penting dibahas. Tapi udah lama saya gemas dengan kisah Ramayana ini dan baru sekarang akhirnya bisa dikeluarkan sebagai unek-unek.


Dewi, wish-not-to-mistaken-true-love

0 comments:

Post a Comment